Jumat, 08 Juli 2011

Bab IV : Sepuluh Firman Allah

Bab IV
Sepuluh Firman Allah


1. Pendahuluan
Dalam pemikiran kitab-kitab Perjanjian Lama, hubungan peristiwa pembebasan dari Mesir dan bagaimana sikap Israel yang sudah merdeka itu saling berkaitan dalam satu jiwa. Karena itu dalam pergaulan dengan orang asing mereka menerima firman : “Janganlah kau tindas atau kau tekan seorang orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di Mesir” (Keluaran 22 : 21). Firman Allah yang senada berkata : “Janganlah engkau memperkosa hak orang asing dan anak yatim; juga janganlah engkau mengambil pakaian seorang janda menjadi gadai. Haruslah kau ingat, bahwa engkaupun dahulu budak di Mesir” (Ulangan 24 : 17-18). Jadi peristiwa pembebasan dari Mesir selalu dijadikan titik tolak penerapan tingkah laku.
Kita mengetahui umat Israel dijadikan budak di Mesir sekitar 430 tahun. Dan Allah kemudian melepaskan umat Israel dari Tanah Mesir. Penyelamatan Allah itu tidak hanya berhenti sampai peristiwa keluaran dari Mesir saja. Tetapi penyelamatan Allah senantiasa bergerak ke depan. Allah menghendaki bangsa mantan budak ini dapat hidup dalam persekutuan dengan Dia, yaitu hidup sebagai bangsa yang bebas. Sehingga mentalis yang melatarbelakangi hubungan umat Israel dan Allah bukan lagi ketakutan dan ketaatan seorang budak kepada tuannya.
Oleh karena terdapat hubungan antara peristiwa pembebasan dari Mesir dengan sikap hidup orang Israel, maka sifat Sepuluh Firman Allah tidaklah kaku. Maksudnya orang-orang Israel tidak pernah menganggap Sepuluh Firman Allah itu sekedar kumpulan undang-undang yang kaku. Dalam Perjanjian Lama kita dapat menjumpai kumpulan perintah yang pendek maupun yang panjang dengan urutan dan bentuk yang sedikit berbeda. Di Perjanjian Baru kita juga dapat melihat cara pengutipannya menghindar urutan yang teliti. Misalnya jawaban Yesus kepada orang muda yang kaya (Markus 10 :19 ; Lukas 18 :20). Ini disebabkan baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak mau menjadikan Sepuluh Firman Allah sebagai undang-undang yuridis yang mutlak dan statis. Sehingga dalam menafsirkan Sepuluh Firman Allah, kita tetap perlu memperhatikan situasi yang berubah-ubah walaupun tanpa perlu mengurangi arti (makna) aslinya.

2. Maksud Utama Sepuluh Firman Allah
Dengan mudah maksud utama Sepuluh Firman Allah dapat kita jumpai. Maksud utama itu terdapat dalam pembukaan (preambule) Sepuluh Firman Allah. Jadi sebelum Allah mengucapkan firman pertama sampai firman kesepuluh, terlebih dahulu Allah berfirman : “AKULAH TUHAN ALLAHMU YANG MEMBAWA ENGKAU KELUAR DARI TANAH MESIR, DARI TEMPAT PERBUDAKAN” (Keluaran 20 : 2). Maksud utama sepuluh firman terlebih dahulu diawali dengan “pernyataan Allah”, yaitu : “Akulah TUHAN Allahmu”. Di sini TUHAN ALLAH mewahyukan diri-Nya sebagai penyelamat dan pembebas. Artinya Allah menampilkan subyek pribadi-Nya yang telah bertindak dalam sejarah atau peristiwa keluarnya orang-orang Israel dari belenggu perbudakan. Sebab itu peringatan akan pembebasan dari Mesir yang telah dilakukan Allah adalah prinsip dasar dari seluruh firman Allah pertama sampai kesepuluh. Konteks sepuluh firman Allah adalah pembebasan dan penyelamatan Allah dalam sejarah. Sepuluh firman Allah berfungsi sebagai pedoman untuk hidup yang sesuai dengan kehendak Allah. Hubungan kebebasan dengan kehendak Allah adalah sebagai berikut : kebebasan baru dapat menjadi kebebasan bila taat kepada kehendak Allah. Artinya, kebebasan tanpa ketaatan kepada kehendak Allah hanya melahirkan anarki. Bayangkanlah bila manusia bebas melakukan apa saja tanpa kendali. Buahnya adalah : kekacauan, sikap sewenang-wenang, pemerkosaan, kehidupan menjadi rusak dan tidak aman, dan sebagainya. Jadi, TUHAN ALLAH adalah pembebas dari perbudakan dan sekaligus penjamin kebebasan pada masa mendatang. Kebebasan itu bukan hanya dibutuhkan pada saat kini saja, juga untuk kepentingan masa depan.
I. Firman Pertama
JANGAN ADA PADAMU ALLAH LAIN DI HADAPANKU
Firman pertama ini terdapat dalam Keluaran 20 : 3 dan Ulangan 5 : 7. Pengertian “Allah lain” di sini jelas lebih merujuk kepada suatu atau beberapa ilah yang disembah oleh manusia yang hidup. Ilah-ilah itu adalah para dewa dan dewi, atau kekuatan-kekuatan kosmis yang dianggap oleh orang-orang kafir sebagai penentu hidup dan nasib keberuntungan mereka. Sebab itu orang-orang yang hidup di luar iman kepada Allah memperlakukan para ilah tersebut dengan begitu hormat dan penuh rasa takut. Sehingga tanpa sadar mereka telah diikat atau dibelenggu oleh kuasa berhala-berhala itu adalah kesia-siaan belaka. Jadi para penyembah berhala adalah orang yang menyembah buatan tangannya sendiri.
Mazmur 115 : 4-7 berkata : “Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia; mempunyai mulut tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata tetapi tidak dapat melihat, mempunyai telinga tetapi tidak dapat mendengar, mempunyai hidung tetapi tidak dapat mencium, mempunyai tangan tetapi tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki tidak dapat berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan kerongkongannya.” Ternyata sifat dari berhala-berhala adalah :
• Diciptakan manusia sendiri.
• Terbuat dari benda-benda materi yang terbatas.
• Tidak memiliki kuasa untuk menolong manusia.
Manusia dari sejak dahulu kala sampai jaman yang akan datang hampir secara prinsip tidak dapat melepaskan diri dari soal kecenderungan untuk “membuat allah lain” (ilah-ilah, dewa-dewa). Sebab yang disebut dengan berhala sebenarnya adalah : semua hal duniawi yang diperlakukan manusia mempermuliakan atau dijadikan sebagai sandaran utama dalam kehidupannya. Jadi, para ilah atau berhala adalah segala sesuatu yang terdapat di dunia ini yang membuat seluruh hidup kita terpaut padanya dan kita memutlakkannya.
Bila Allah berfirman : “Jangan ada allah lain di hadapanKu”, maksudnya adalah agar kita dapat tetap hidup bebas dan bahagia di hadapan Allah. Allah tidak menghendaki kita menjadi budak-budak dari ilah-ilah yang semu dan fana itu. Hidup dengan menyembah Allah saja berarti kita telah bebas dari segala pengaruh dari berhala-berhala itu. Mungkin kita memiliki banyak hal di dunia ini, tetapi “banyak hal” itu tidak kita mutlakan lagi sebab kita hanya memutlakan Allah saja. Tepatnya jiwa dan hidup kita tidak lagi terikat dengan benda-benda duniawi, sebab hidup kita seluruhnya telah dimiliki oleh Allah.

II. Firman Kedua
JANGAN MEMBUAT BAGIMU PATUNG YANG MENYERUPAI APAPUN;.....JANGAN SUJUD MENYEMBAH KEPADANYA ATAU BERIBADAH KEPADANYA.
Naskah lengkap Keluaran 20 :4 dan Ulangan 5 : 8-9 berbunyi : “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya.” Diteruskan dengan alasan : “sebab Aku, TUHAN Allahmu adalah Allah yang cemburu...”
Pandangan umum orang-orang kafir adalah para dewa mereka bersemayam di dalam patung-patung keramat. Bentuk patung itu biasanya menggambarkan ciri dan sifat utama dewa tersebut. Misalnya, sapi jantan menyatakan kekuasaan dewa yang menurunkan tubuh-tubuh hidup dengan benihnya. Karena itu bentuk pemujaannya diiringi dengan upacara yang bergaya seksual, iringan musik, tari-tarian, dan minuman keras. Disini mengingatkan kita kepada ibadah pemujaan kepada BAAL (artinya : “tuan”) di tanah Kanaan. Baal juga merupakan simbol kesuburan sehingga pemujaan diikuti dengan “pelacuran suci”. Kadang-kadang juga mempraktekkan hubungan homoseksualitas (pria dengan pria). Sedangkan di kuil-kuil Asyera (Asyera adalah istri baal) orang-orang memujanya dengan melakukan hubungan lesbian (wanita dengan wanita). Ynag jelas orang-orang kafir sudah biasa menggambarkan dewa mereka dengan patung-patung atau arca-arca untuk disembah.
Manusia cenderung untuk melukiskan Allah dengan suatu wujud yang berbentuk patung. Namun dapat juga melukiskan (mematungkan) Allah dalam bentuk kalimat-kalimat religius. Misalnya menggambarkan Allah sebagai “Orang Tua Bijaksana Yang Berjenggot”. Semua kata-kata manusia itu serba terbatas dan tak bisa menyatakan kebenaran lengkap Allah pada hakikatnya lebih mulia daripada pandangan apapun yang terbatas : Deus semper maior. Oleh karena itu firman Allah sejati tidak pernah hanya merupakan suatu kumpulan ayat-ayat dalam Kitab Suci. Pendewa-dewaan kumpulan ayat-ayat dalam Kitab Suci sama saja dengan pemberhalaan. Iman Kristen menyadari, bahwa firman Allah sejati menjelma menjadi YESUS KRISTUS yang adalah Anak Allah. Artinya firman Allah sejati tidak pernah menjelma menjadi sebuah “buku yang turun dari sorga”. Patung-patung atau gambar-gambar yang beredar yang menggambarkan : Yesus Kristus, Maria atau malaikat tidak boleh kita sembah. Hanya Tuhan Allah saja yang berhak disembah atau dipermuliakan. Jadi tak layak pula bila salib atau benda-benda di dalam gereja kita keramatka. Sebab Allah saja yang keramat, sedangkan semua benda dan barang-barang di dunia ini hanya sekedar sesuatu yang besifat materi.

III. Firman Ketiga
JANGAN MENYEBUT NAMA TUHAN DENGAN SEMBARANGAN
Menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, bukan manusia yang mengenal Allah lebih dulu. Sebaliknya Allah yang lebih dulu memperkenalkan Diri kepada manusia, sehingga manusia dapat mengetahui Allah dan nama-Nya. Kepada Musa, Allah memperkenalkan nama-Nya sebagai YAHWEH. Larangan menyebut nama Allah dengan sembarangan dilatarbelakangi oleh sikap-sikap orang kafir yang memakai atau menyebut nama dewa mereka dengan sikap takhayul atau magis. Karena itu doa-doa dalam ibadat orang kafir berubah menjadi mantera yang mempunyai sifat gaib, sehingga para dewa dapat segera memenuhi permintaan si pemohon. Padahal YAHWEH bukanlah salah satu ilah dari para dewa itu. YAHWEH tidak menghendaki nama-Nya dijadikan kalimat-kalimat gaib yang sakti. Nama-Nya memang berkuasa, tetapi tidak boleh dipakai untuk sihir. Penyelewengan penyebutan nama Allah sama saja dengan penghujatan. Karena itu umat Israel, bila menyebut nama YAHWEH tidak langsung menyebut YAHWEH tetapi nama YAHWEH dibaca : adonai. Mereka ingin menjaga kesucian nama Tuhan. Demikian pula Yesus Kristus, Dia menyebut Allah dengan panggilan “ABBA” (BAPA). Kita juga bertanggung jawab untuk memelihara kesucian nama Allah. Karena itu perlu dipertanyakan apakah benar “perang jihad”, “perang agama”, “perang suci” adalah sesuai dengan kehendak Allah. Perang-perang itu lebih mencerminkan sikap penghujatan kepada Allah. Juga betapa banyak nama “Yesus Kristus” dikomersialkan. Inipun merupakan penghujatan serius!!!
IV. Firman Keempat
INGATLAH DAN KUDUSKANLAH HARI SABAT
Masing-masing Kitab Keluaran (20 : 8-11) dan Kitab Ulangan (5 : 12-15) menyatakan : “Ingatlah dan kuduskanlah hari sabat”, Namun dengan alasan dan motivasi berbeda.
Motivasi Kitab Keluaran adalah : “enam hari lamanya engkau bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hrai sabat Tuhan Allahmu; maka janganlah melakukan sesuatu pekerjaan,.......”
Jadi alasan Kitab Keluaran adalah lebih bersifat religius atau ibadah : sebagaimana Tuhan beristirahat pada hari ketujuh, maka manusia juga harus beristirahat
Alasan Kitab Ulangan adalah lebih bersifat sosial : sebagaimana mereka dahulu budak yang tak pernah berhenti bekerja, maka setelah dimerdekakan Allah, mereka tak perlu bekerja seperti orang yang diperbudak oleh pekerjaan. Dan kemerdekaan itu tidak mengijinkan mereka untuk memperbudak orang lain.
Hidup bekerja selama enam hari dengan satu hari istirahat dari sudut religius mau mengungkapkan, bahwa manusia itu bukan sekedar makhluk material atau sekedar alat teknis; Namun manusia membutuhkan istirahat untuk secara khusus berpesta intim dengan Allah. Sikap benar dalam mengahayati dan menerapkan firman “ingatlah dan kuduskanlah hari sabat” adalah hidup dalam kebebasan sebagai anak-anak Allah. Sebab itu bukan hanya diartikan sebagai hari untuk pergi ke gereja. Namun Sabat merupakan hari yang istimewa bagi kita untuk menjalin relasi dengan Allah melalui ibadah, dan untuk memupuk hubungan kasih persaudaraan dengan anggota keluarga dengan Allah melalui ibadah dan untuk memupuk hubungan kasih persaudaraan dengan anggota keluarga dan sesama masyarakat.
V. Firman Kelima
HORMATILAH AYAHMU DAN IBUMU, SUPAYA LANJUT UMURMU DI TANAH YANG DIBERIKAN TUHAN ALLAHMU KEPADAMU
Firman kelima ini ditunjukkan kepada orang-orang Israel yang telah mengalami pembebasan dari Allah, jadi ditekankan kepada orang-orang Israel yang telah dewasa. Dan kepada mereka diingatkan kewajiban untuk memperhatikan, menghormati dan memelihara orang tua yaitu generasi yang sudah tidak bekerja lagi dan tidak dapat mencari rezeki sendiri. Bila demikian firman kelima ini maksud utamanya bukan kewajiban untuk menuruti segala keinginan orang tua, melakukan segala kehendak mereka, tidak membantah, setia dan taat, hormat dan bersyukur atas jasa-jasa mereka dahulu. Ide firman kelima ini tidak menjadikan anak sebagai bawahan mereka. Prinsip menghormati orang tua adalah : “anakku, tolonglah bapamu pada masa tuanya...kalau akalnya sudah berkurang hendaknya kau maafkan, jangan menistakannya sewaktu engkau masih berjaya.” Karena itu firman kelima ini tidak boleh dipakai untuk mendukung segala macam otoritas, misalnya dalam hubungan antara buruh dan majikan, antara bawahan dan pemimpin, dan sebagainya. Lebih baik orang tua berperan sebagai pendamping bagi anak-anaknya, bukan sebagai pihak “yang menentukan dan memutuskan segala sesuatu.”

VI. Firman Keenam
JANGAN MEMBUNUH
Prinsip firman keenam (Jangan membunuh) ini didasari oleh prinsip teologis bahwa Tuhan Allah adalah Sang Pemberi Kehidupan, sehingga hanya Allah saja yang berkuasa atas kehidupan. Konsekuensinya, manusia tidak berhak untuk mencabut nyawa sesamanya. Sebab itu : siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, Sebab Allah membentuk manusia itu menurut gambarNya sendiri (Kejadian 9 : 16). Jadi, hukum keenam ini secara khusus ditunjukkan kepada manusia, sehingga tidak dimaksudkan sebagai larangan untuk membunuh hewan atau makhluk lain. Hukum keenam ini lebih menunjuk pada larangan membunuh orang lain yang berlawanan dengan hukum moral. Secara khusus dilarang main hakim sendiri dengan menumpahkan darah orang lain. Tuhan Yesus berkata : “kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita : jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu : setiap orang yang marah kepada saudaranya harus dihukum.” Dari kata-kata Yesus kita dapat menyadari bahwa pembunuhan kepada sesama ternyata juga dapat dilakukan dengan kata-kata kejam dan tak senonoh.

VII. Firman Ketujuh
JANGAN BERZINAH
Firman ini terdapat dalam Keluaran 20 : 14 dan Ulangan 5 : 18. Konteks firman ketujuh masih berhubungan dengan pernyataaan Allah dalam keluaran Israel dan Mesir. Artinya firman ketujuh ini ditempatkan dalam hubungan pembebasan dan perjanjian antara Israel dengan YAHWEH. Inilah ciri khas firman ketujuh; ini hanya sekedar suatu norma hukum belaka atau ajaran etika yang umum. Maksud utama firman ketujuh adalah melindungi kebahagiaan pernikahan dan keluarga. Jelas Alkitab melihat pernikahan sebagai sesuatu yang suci, sehingga perzinahan dianggap sebagai penodaan terhadap kemurnian. Berulang-ulang Alkitab melukiskan bagaimana Tuhan itu tetap setia, walaupun umatNya (sebagai pengantin Allah) masih menyeleweng. Kesetian Allah itu dimaksudkan agar umatNya tetap setia. Jadi firman “Jangan berzinah” adalah panggilan untuk hidup dalam kesetiaan dan kesucian. Disini kesetiaan dan kesucian bukan hanya secara negatif menolak untuk melakukan pelanggaran, tetapi secara positif, setia dan hidup suci berarti : suatu sikap untuk saling mempercayai secara mendalam. Firman ketujuh ini berlaku juga bagi para pelaku perzinahan dengan pelacur. Juga bagi yang melakukan hubungan seks suka sama suka di luar pernikahan. Sebab hubungan seks tersebut tidak didasari oleh cinta lestari, tetapi hanya untuk memperoleh kenikmatan sementara dan mengumbar hawa nafsu.

VIII. Firman Kedelapan
JANGAN MENCURI
Menurut arti dari Bahasa Ibrani, pengertian “mencuri” meliputi pula : pencurian dan perampasan. Termasuk di dalamnya : mencuri manusia (menculik), sedangkan pencurian benda lebih menekankan pada makna sosial. Sebab itu lebih dicela pencurian milik orang kecil oleh kaum yang lebih kaya. Pencurian demikian disebut “pencurian dari atas”. Juga firman kedelapan ini lebih berlaku pula untuk “pencurian dari bawah.” Firman kedelapan ini pada jaman sekarang juga menentang perbuatan pembajakan dan perampokan. Termasuk di dalamnya menculik dan menyandera seorang anak untuk memeras orang tuanya. Penerapan hukum kedelapan ini lebih luas mencakup larangan pencurian terhadap : kebebasan manusia, hak-hak azasi, martabat manusia.

IX. Firman Kesembilan
JANGAN MENGUCAPKAN SAKSI DUSTA TENTANG SESAMAMU
Pengadilan Israel pada jaman dahulu berbeda dengan sistem pengadilan yang kita kenal. Kesaksian pada jaman itu adalah satu-satunya sarana untuk menemukan kebenaran. Akibatnya nyawa, nama baik dan milik seseorang dapat bergantung pada tuduhan dua atau tiga saksi yang berdusta. Inilah kelemahan sistem pengadilan tradisional umat Israel pada jaman dahulu. Dari sudut pemahaman kita yang telah mengenal sistem peradilan modern, cara-cara pengadilan di Israel pada jaman itu jelas tidak dapat diterima. Sebab sistem pengadilan yang mengandalkan keterangan para saksi akan mudah menimbulkan fitnah, tuduhan keji. Orang yang tidak bersalah mudah dijebloskan dalam hukuman. Firman kesembilan ini tetap relevan dalam kehidupan kita. Kegemaran melakukan gosip yang mencemarkan kehidupan orang lain adalah identik dengan mengucapkan saksi dusta. Seandainya gosip yang kita lontarkan benar, bukan berarti kita boleh mencemarkan kehidupan orang lain. Kebenaran harus merupakan kritik yang manusiawi untuk membangun dan menyadarkan orang lain. Kebenaran tidak boleh bertentangan dengan kasih. Sebab itu mengumumkan suatu kesalahan yang masih tersembunyi secara terang-terangan mungkin lebih salah daripada kesalahan itu sendiri. Kita perlu belajar untuk tidak mudah menghakimi atau mengadili orang lain, sebab kita pun tidak luput dari kesalahan. Kasih Kristus mengajar kita untuk melihat hal-hal yang positif dari sesama kita, bukan hanya melihat hal-hal yang buruk saja.

X. Firman Kesepuluh
JANGAN MENGINGINI RUMAH SESAMAMU; JANGAN MENGINGINI ISTRINYA, ATAU HAMBANYA LAKI-LAKI ATAU HAMBANYA PEREMPUAN, ATAU LEMBUNYA ATAU KELEDAINYA, ATAU APAPUN YANG DIPUNYAI SESAMAMU
Baik Kitab Keluaran maupun Kitab Ulangan menyadari betapa berbahayanya membiarkan nafsu mengingini tanpa batas. Secara implisit diakui bahwa sumber segala kejahatan dimulai lebih dahulu dari keinginan liar. Nafsu mengingini selalu berwajah dua. Dia dapat merangsang hidup sehingga manusia menemukan kebahagiaan; namun dia juga dapat membawa manusia kepada maut. Menurut Tuhan Yesus bukan makanan haram yang menajiskan manusia, tetapi segala keinginan jahat yang keluar dari hati manusia, itulah yang menajiskan. Sebab dari dalam hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Jadi, prinsipnya firman kesepuluh ini tidak pernah melarang orang untuk memiliki segala hal di dunia ini. Namun, yang dipersoalkan adalah apakah cara-cara yang dipakai untuk memiliki hal-hal itu sungguh-sungguh halal ???
Juga menyangkut soal perasaan tertarik. Perasaan tertarik pada lawan jenis itu sendiri tidak dilarang. Tetapi apakah perasaan tertarik kepada lawan jenis itu terkendali sehingga tidak ingin memiliki oerang lain yang bukan haknya; misalnya suami atau istri orang lain, sementara statusnya sendiri telah menikah atau belum. Bila firman kesepuluh ini dimaksudkan ke dalam Sepuluh Firman Allah adalah dimaksudkan agar umat Allah dapat hidup dalam kemurnian hati. Justru manusia dapat mengalami kebebasan, bila manusia dapat mengendalikan dan menguasai dorongan-dorongan nafsu dan keinginan-keinginannya ke arah yang positif.

3. Tambahan
10 Firman Allah yang diberikan oleh TUHAN kepada Orang Israel melalui perantaraan Musa jika dilihat dari sifatnya dibagi menjadi 2 yaitu : vertikal (manusia kepada TUHAN)  Hukum ke-1 sampai ke-4 dan horizontal (manusia terhadap manusia)  Hukum ke-5 sampai ke-10.

Pada jaman dahulu, Orang Kanaaan, Orang Yebus, Orang Het dan Orang Amori menyembah ilah-ilah yang berupa patung.

40 tahun di padang gurun Orang Israel belajar 3 hal, yaitu :
1. Allah adalah Allah Orang Israel.
2. Israel adalah Umat Allah.
3. Israel terdiri dari berbagai suku adalah satu persekutuan besar.

Di Timur Tengah, Orang Islam, Orang Yahudi, Orang Kristen memulai hari dari jam 6 sore.

Abraham  Ishak  Yakub (Yisrael)  12 suku Israel
Yehuda yang merupakan suku terkuat di Israel yang mendiami Kota Yerusalem menjadi cikal bakal Yahudi.
Yahudi adalah agama yang percaya kepada TUHAN yang menyelamatkan Israel.

Perbedaan Yahudi dan Kristen yaitu Yahudi tidak percaya kalau Yesus dari Nazaret adalah mesias.

Tidak ada komentar: